Wednesday, November 01, 2006

...

ah, cinta
tandusnya punggungmu.
tak tertinggalkah puisi di lubang-lubang jalan?
detak berganti detik.
di langit menggantung freon menjajar matahari.
maka hilang hangat di dada,
hilanglah nama.
kurindu menyandar di batang tubuhmu,
sebelum hijau daun hati berganti beton emas berlapis.
cinta, kubuka kasut di batas suci

-------------------------------------------------------

maaf,
bukan inginku menjadi tandus.
Bukan inginku untuk tidak meninggalkan puisi
di lubang-lubang jalan.
juga bukan hanya dingin yang ingin kuhantar kepadamu
yang jauh dari gapaian.
sungguh, jika ku bisa, memberi seluruh cinta yang kau inginkan
sudah ku beri kau utuh, bukan separuh.
aku masih saja ragu
karena waktu seringkali mendesakku dan membuatku
lelah mendefinisikan cinta untukmu...

maafkan aku,
yang masih mencoba kompromi dengan waktu dan hatiku

Monday, October 30, 2006

Maafkan bila menyakiti hati...

Maafkan aku sembunyikan matahari
aku semakin merasa, kita adalah dua gunung es
yang enggan menyapa pada ruang waktu yang sama.
Saat satu membara, yang lain menggoyang tebing esnya;
yang satu terlanjur membunuh gairah,
yang lain menggolak.
Tak ada dada yang terbuka untuk dipeluk.
Cinta menggepakkan sayapnya,
terbang ke bebukitan tropik.
Ada air terjun dan gemuruh hutan memaksa angin
menari di sana...

----------------------------------------------------
maafkan, bila menyakiti hati
hmm...cinta...

Monday, October 09, 2006

10 Oktober, sebuah puisi untuk Mama…


Walau telah kutuliskan
Seratus sajak untukmu
Tak kan pernah mampu
Menandingi cinta terindah
cinta seorang wanita
Yang sungguh kuhormati selalu
Ialah, Bunda…
Tempat pelabuhan baktiku
Yang kudirikan dalam setiap
Pancang dermaga
Persinggahan waktuku

Sekarang
Wajahmu terlihat begitu menua
Penuh gurat-gurat kelelahan
Karena begitu setia menjaga dan merayu
Waktu
Agar selalu bersahabat denganku

Keriput di jemari dan bulir-bulir otot
Di lenganmu
Menjadi saksi,
Bahwa kau tidak pernah sekejap saja
Melepaskan genggaman cintamu
Menyentuh dan mengangkat beban
hati
Juga menyelimuti hariku yang begitu dingin

Bibirmu kini mengering dan menghitam
Karena tak henti mengalirkan doa untukku,
Setiap pagi, siang dan malam masih ingin singgah
Selama berpuluh-puluh tahun usiaku.

Bunda,
Kaulah segala kasih termurni
Pancaran cahaya bumi
Dan aliran mata air terbening
Yang Tuhan ciptakan

Sungguh kau,
Adalah cinta yang selalu akan termaknai


-----------------------------------------------------------------------------------------------

Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu, Ma…
Ketika usiamu sekarang bertambah satu, 52 tahun…
Di setiap 10 Oktober, aku kehabisan kata-kata untukmu, Ma…
Gak pernah mampu aku mencari kata terindah di setiap ulang tahun Mama…
Yang terbayang hanya sebuah pikir, apakah aku bisa seperti Mama ketika aku nantinya
dianugerahi keluarga penerus akar-akar hidupku di kemudian hari?
Seperti kasih yang Mama bagi, seperti ketabahan yang Mama tunjukkan, seperti hujan yang tiba-tiba mengguyur hatiku yang kering…

Setelah Aku sebegini besar, aku baru merasakan betapa Mama benar-benar seorang yang begitu aku hormati.
Kasih sayang Mama, seperti lautan Teduh (meminjam istilah Papa, di sebuah puisinya untuk Mama)
Berlimpah, seperti air laut, tetapi sangat meneduhkan

Aku akan selalu mencari Mama, ketika Aku habis dimakan beban.
Maka Mama akan berkata: “kembalikanlah kepada Tuhan…karena Ia adalah kemutlakan yang harus kau percaya”

Indah, Ma…
Walau Mama bukan seorang intelektual yang patut aku banggakan dengan karya ciptanya untuk bangsa.
Tapi Mama, mencoba menciptakan cinta di rumah munggil kita…cinta yang menghidupi diriku hingga kini.
Indah, setiap aku dengar lirih doa Mama, ketika Mama membangunkan aku, menemaniku mengambil air wudhu di malam itu. Lalu Mama membuka alkitab Mama, menungguku sambil membaca doa. Indah dengan toleransi yang Mama selalu ajarkan kepadaku.

Lalu ketika Papa pergi untuk selamanya, Mama hanya tunjukkan ketabahan yang luar biasa besar…walau sebenarnya masalah semakin deras menghampiri kita. Sampai detik ini, Mama gak pernah mengeluh apapun, hanya senyum yang Mama tunjukkan, hanya hangat yang Mama berikan…

Aku akan selalu menjaga Mama, seperti janji yang aku ucapkan di depan pusara Papa…menjaga Mama, seperti Papa pernah menjaga Mama.
Mungkin hanya itu Ma, janjiku di 10 Oktober ini…
Semoga Tuhan selalu melimpahkan Rahmat dan segala kebeningan di hati Mama.
Semoga Tuhan membuat Mama mengalirkan terus rasa cinta, kepadaku, kepada keluarga dan kepada orang lain yang mama kasihi.
Semoga Tuhan menuntun Mama dengan kesehatan.
Dan terutama, semoga, ada kebahagiaan yang berarti yang akan Mama dapatkan dari seorang anak seperti diriku…

Selamat Ulang Tahun, Mama…
I’m proud to be ur daughter, love u..

Friday, September 29, 2006

Happy Wedding...





Jangan pernah berhenti
menjaga cinta yang ditumbuhkan bersama
di ladang harapan...
ketika kesadaran untuk merengkuh waktu berdua
lalu mencoba mengikatnya dalam satu janji suci
membuka awal hidup yang baru,
mengalir deras dan menggebu-gebu
ingin segera termaknai

Bukalah terus lahan dan ladang itu
cintailah tanah tempatnya hidup dan berpijak
rindukanlah hujan dan panas yang akan datang beriringan
sebagai bagian dari proses pertumbuhannya
siapkanlah hati yang bersih dan jiwa yang kuat
dari sepasang kekasih
yang memilih untuk menunggu benih kesabaran
hingga menuainya menjelma menjadi keajaiban

Maka akan hadir dan hidup sebuah pohon cinta
untuk kehidupan...

untuk kehidupan
untuk kehidupan
bukan hanya untuk kekasih yang berjanji
tetapi lebih dari itu
untuk dunia yang damai mencinta
dan cinta yang menghidupi

Semoga buah hati akan memperindah dan meramaikan ranting-rantingnya
juga menguatkan akar-akarnya
akar-akar penerus hidup yang baru dan akan berulang kembali
seperti masa sebelumnya.


puisi yg aku tulis utk Novi, seorang teman baik yang baru saja melangkah ke kehidupan baru, Menikah...
kaget juga waktu tau dia minta aku bikin puisi en karikatur untuk hadiah pernikahannya. gak nyangka kenangan-kenangan 6 tahun yang lalu, waktu satu kantor sama novi, masih ada di harinya. thank u, appreciate that and
here it is, nov....just for u...happy wedding!

Thursday, September 28, 2006

*Asking u



Sering aku bertanya
apakah lazim seorang ksatria
berlari menghindari kenyataan
lalu bersembunyi pada relung-relung proteksi
yang ia ciptakan sendiri
dengan seratus lebih ego yang ia tumbuhkan
karena ternyata ia tidak berani katakan
bahwa cintanya telah hidup dalam hatiku...

Lalu karena sebuah ekspresivitas yang aku ucapkan,
ia jadi kehilangan egonya sebagai laki-laki
karena sebuah kenyataan yang harus aku ungkapkan
bahwa ia pun aku cintai lebih dari kata yang aku ucapkan kepadanya

sebuah sinkrositas yang masuk akal, bukan?
sebuah ketidaksengajaan yang harus aku sampaikan
karena aku hanya ingin jujur
memaknai hati...

*puisi ke dua yang tercecer di kamarku, tanggal pembuatan dan subjeknya lagi-lagi sama ^_^
hanya coretan waktu dalam hari....tapi sungguh aku sedang rindu padanya...

* Coretan waktu

Lalu kau jadi begitu NAIF!!!
serasa tak pernah ada yang terjadi di antara kita
hanya sekedar coretan waktu yang begitu saja tercipta...

Padahal,
telah kusisipkan cinta di dalamnya
ku tambahkan rindu di alur perjalanannya
ku jaga
agar coretan waktu itu menjadi lebih bermakna
dengan berbuncah-buncah rasa sayang
yang sengaja kusisakan
agar arus tempat mimpi kita tidak meluap-luap
tetapi juga tidak menjadi kering

Lalu kau jadi begitu NAIF!!!
mencoba hilangkan semua kenangan tentang rasa itu
yang tidak pernah aku paksakan hadir
hanya mengalir saja, melewati pematang harapan
tempat mimpi dan cita-cita berkejaran dalam hidup

Tetapi aku memilih untuk tidak menjadi NAIF
dengan menafikkan itu semua

biarlah semua kusimpan dalam rongga jiwa
dan bila sewaktu-waktu kau ingin mencabut kenaifanmu
masih kau temukan coretan waktu itu dalam diriku...


* puisi lama yang tercecer di kamar tidurku, dibuat di tahun 2004. Sempet aku baca berulang-ulang
sambil ketawa tapi juga kangen sama laki-laki yang jadi subjek puisiku itu. Dulu sempet punya ekspektasi
yg besar sama dia. Kenangan dan perjalanan waktu yang kita berdua jalani saat itu, cukup membuat aku berharap
tentang masa depan bersamanya...
tapi, sekali lagi, masa depanku belum berkoneksi dengan masa depannya...
Tuhan yang mengatur, Tuhan yang memilihkan...
semua hanya sanggup jadi coretan waktuku, saja....
Life goes on...and still searching....

Friday, June 23, 2006

Pria berkesenian...

Teater, musik, tari dan seribu lagi wujud kesenianmu
menambah kekagumanku untuk mengenalmu

dengan hati kau lakukan semuanya
dengan penuh jiwa kau hayati peranmu
katamu, itu bagian dari cita-citamu
untukmu, itu adalah hidupmu...

lalu aku mengerti
mengapa kau berseikeras untuk hidup di situ...
bakat adalah salah satu kebanggaan kita
untuk memaknai hari...
dan kerja adalah salah satu wujud
menghidupi hari...

bakatmu adalah pekerjaanmu
ia mengalir dalam seluruh denyut jantungmu
ia menggantungkan nasibnya pada gerak irama hidupmu

nafas, gerak, lakon yang kau perankan, suara-suara yang kau perdengarkan
membuka sebuah simfoni megah dalam gedung pertunjukkan itu
lalu applaus penonton yang membahana
menambah daya magis yang hadir
dalam setiap pementasanmu

aku bangga menggenalmu...
tak ada yang kau takutkan dari sebuah materi
untuk terus melanjutkan hidup...
tak gentar melawan arus perlawanan
yang diberikan keluarga

kau tetap tegar
menjaga bakat dalam hidupmu
memaknai hari dengan lakonmu

kau,
pria berkesenian...

Tuesday, May 30, 2006

Seperti Air Mengalir, An introduction....

Dalam hidup, aku memilih untuk menjadi seperti air yang mengalir saja dan semuanya bukan karena ketidaksengajaan. Telah kulalui seribu proses mengapa aku memilihnya menjadi tema dan kekuatan dalam hidupku.
Dulu, aku pernah ingin menjadi sebuah dahan pohon yang kokoh, lama sekali keinginan itu berdiri di tepi hatiku. Tetapi seiring perjalanan waktu aku memilih untuk meninggalkannya. Dahan tak cukup mampu menahan hembusan angin yang kencang dan sewaktu-waktu ia akan jatuh pula ke tanah. Padahal telah ia coba untuk menjadi penopang untuk ranting dan daunan di sekitarnya. Tapi ia tak jadi apa-apa setelah jatuh. Ya, ia memang punya jasa sebelumnya, tapi setelah itu ia tak jadi apa-apa. Koyak, patah lalu jatuh tak berarti lagi.

Menjadi air yang mengalir tentunya berbeda. Meskipun air hanyalah air yang mengalir mengikuti arus membawanya dari hilir ke muara. Tapi ia punya sebuah cita-cita untuk menjadi berarti. Air menggerakkan turbin, air mengarahkan perahu nelayan, air menjadi tempat hidup ikan di laut dan masih banyak lagi.

Sempat aku bertanya-tanya dan menjadi tidak yakin diri, apakah benar aku memilih kondisi itu sebagai sumber kekuatanku. Dan di antara pertanyaan-pertanyaan yang terus mengusikku, beribu frasa tentang kekuatan menjejali dan memekakkan telingaku.
Tapi lagi-lagi aku memilih dia.

Air yang mengalir bagiku bukanlah hanya sebuah ungkapan yang sia-sia. Karena aku tau, aku masih punya cita-cita, mengalir mengikuti kemana cita-citaku ingin berlabuh. Mengalir dengan kesadaran untuk menciptakan sejarah sendiri, lalu menjadi berarti karenanya. (sebuah harapan yang selalu aku beri tempat utama di setiap perjalanan hari). Mengalir untuk tetap menjadi diriku yang sampai sekarang masih terus berproses. “Terus berproses bagai pucuk daun muda yang merindukan ketinggian langit” (Kata-kata yang begitu kuingat disampaikan seorang kawan baik ketika aku kebingungan mencari rumusan tentang siapakah aku)

Maka aku putuskan untuk menempatkan aliran itu di sini, di sebuah ruang yang dimudahkan teknologi. Hanya sebagai penanda dan mungkin bukti keseriusanku akan frasa itu. Tapi yang terpenting adalah bahwa aku bisa merefleksikan sebuah perjalanan hari dan hatiku…..